Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah perairan yang membentang luas, mencakup laut teritorial, zona tambahan, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Tugas mulia untuk menjaga dan mengamankan seluruh wilayah maritim ini diamanahkan kepada TNI Angkatan Laut (AL). Peran TNI AL sebagai Pelindung Nusantara tidak hanya bersifat militer murni (Operasi Militer untuk Perang/OMP), tetapi juga mencakup penegakan hukum dan menjaga keamanan di laut yurisdiksi nasional (Operasi Militer Selain Perang/OMSP). Misi TNI AL sebagai Pelindung Nusantara sangat krusial mengingat potensi kekayaan alam dan kerawanan jalur pelayaran internasional di perairan Indonesia. Kemampuan TNI AL dalam melaksanakan tugas ini menentukan apakah Indonesia benar-benar berdaulat sebagai Pelindung Nusantara di kawasan maritim.
Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Transnasional
Wilayah laut Indonesia yang strategis, khususnya Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang merupakan jalur pelayaran internasional, rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan transnasional. TNI AL bertindak sebagai penegak hukum utama dalam menangani ancaman seperti perompakan, penyelundupan narkoba, dan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing.
Setiap tahun, TNI AL meluncurkan beberapa operasi terpadu berskala besar, salah satunya adalah Operasi Jaring Raksa yang berfokus pada penertiban kegiatan ilegal di perairan rawan. Dalam operasi yang berlangsung selama periode 15 hari pada bulan Agustus 2025 di Selat Malaka, tercatat TNI AL berhasil menahan lima kapal asing yang terbukti melakukan IUU Fishing. Tindakan penegakan hukum ini seringkali melibatkan kapal perang KRI yang dilengkapi dengan persenjataan canggih untuk memberikan efek gentar (deterrence) yang kuat.
Diplomasi Angkatan Laut dan Kesiapan Tempur
Selain menjalankan tugas keamanan di dalam negeri, TNI AL juga memiliki peran diplomasi yang vital. Sesuai dengan Undang-Undang, TNI AL melaksanakan tugas diplomasi untuk mendukung kebijakan politik luar negeri pemerintah. Ini diwujudkan melalui latihan militer gabungan dengan negara-negara sahabat, kunjungan pelabuhan kapal perang (port call), dan partisipasi aktif dalam forum-forum keamanan maritim regional.
Dalam rangka menjaga kesiapan tempur (Minimum Essential Force/MEF), personel TNI AL secara rutin menjalani latihan intensif. Seluruh awak kapal perang, misalnya, diwajibkan menjalani latihan damage control dan simulasi pertempuran minimal tiga kali dalam setahun, memastikan bahwa mereka siap merespons setiap ancaman kedaulatan yang muncul di perairan mana pun, dari Laut Natuna Utara yang strategis hingga perairan ZEE di Samudra Pasifik.
